MAKALAH KARYA ILMIAH
PENGARUH BERAT BADAN TERHADAP
JUMLAH DENYUT NADI
Makalah ini di buat untuk
memenuhi salah satu tugas Bahasa Indonesia
TIM
PENYUSUN :
1. Antoni Nur Rizki
2. M Fathan Fauzan
3. Pandu Winata LT
SMAN 1 PANDEGLANG
2013
PENGESAHAN
Makalah ini telah di
sahkan oleh Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Darma Jari, M.Pd
Nip :
I
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat
Allah SWT, yang telah memberikan izin dan kekuatan kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ’’ Pengaruh Berat Badan
Terhadap Jumlah Denyut Nadi ” tepat pada waktunya.
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Sosiologi Umum. Dan juga kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Darma Jari, M.Pd selaku Guru mata
pelajaran Bahasa Indonesia
2.
Semua pihak yang tidak sempat kami
sebutkan satu per satu yang turut membantu kelancaran dalam penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal
ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami. Oleh sebab itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya, kami mengharapkan semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi kami dan umumnya bagi
pembaca.
Pandeglang, November 2014
Penyusun
II
DAFTAR ISI
LEMBAR
PENGESAHAN…………………………………………………………………………………….…I
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………….II
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………………………….III
BAB I
PENDAHULUAN.....…………………………………………….……………………………………..1
A. LATAR BELAKANG
MASALAH………………………………………………………………….1
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………………………2
C. TUJUAN…………………………………………………………………………………………………..2
D. MANFAAT………………………………………………………………………………………………2
E. HIPOTESIS……………………………………………………………………………………………..2
BAB II LANDASAN
TEORI………………………………………...................................................3
A. DENYUT NADI………………………………………………………………………………….3
B. BERAT
BADAN…………………………………………………………………………………7
BAB III METODE
PENELITIAN…………………………………………………………………………28
A. WAKTU DAN TEMPAT
PENELITIAN…………………………………………………28
B. SUBJEK
PENELITIAN………………………………………………………………………...28
C. METODE PENELITIAN……………………………………………………………………….28
BAB IV HASIL
PENELITIAN……………………………………………………………………………….29
A. HASIL JUMLAH DENYUT
NADI…………………………………………………………..29
B. KETERANGAN...…………………………………………………………………………………29
BAB V
PENUTUP……………………………………………………………………………………………….30
A. KESIMPULAN…………………………………………………………………………………….31
B. SARAN………………………………………………………………………………………………31
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………………………32
BAB I Pendahuluan
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Kecepatan
denyut nadi
pada setiap orang berbebeda-beda tergantung pada kondisi setiap orang misalnya,
usia, berat badan, jenis kelamin, kesehatan dan aktivitas seseorang. Pada saat
duduk, denyut nadi seseorang adalah 72 kali per menit, akan tetapi saat berdiri
denyut nadi dapat mencapai 83 kali per menit. Pada anak-anak denyut nadinya
lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Orang yang terkejutpun denyut nadinya
lebih cepat. Karenanya jantung dapat berdenyut 30 juta kali dalam setahun.
Denyut nadi
merupakan hal yang penting bagi kesehatan manusia karena denyut nadi merupakan faktor-faktor
yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai sistem kardiovaskuler
seseorang. Denyut nadi seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya
adalah perubahan posisi tubuh dan aktivitas fisik. Dengan mengamati serta
mempelajari hasil pengaruh perubahan posisi tubuh dan aktivitas fisik terhadap
denyut nadi kita akan memperoleh sebagian gambaran mengenai sistem
kardiovaskuler seseorang.
Salah satu yang paling mempengaruhi dari pada jumlah denyut nadi adalah
berat badan dimana berat badan sangat berperan penting dalam jumlah denyut
nadi, karna kebanyakan orang yang mempunyai berat badan yang besar ( orang yang
gemuk ) mempunyai kekuatan fisik yang lemah ( mudah lelah ).
Denyut nadi merupakan hal yang ada di dalam tubuh kita, denyut nadi kita
selalu berdetak selama kita masih hidup, saat kita sedang berolahraga denyut
nadi kita akan berdenyut semakin kencang.
Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin mencoba melakukan percobaan tentang
1
masalah denyut nadi ini
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di rumuskan
permasalahan sebagai berikut.
1.
Mengetahui apakah
berat badan mempengaruhi pada jumlah denyut nadi ?
C.
TUJUAN
Dari permasalahan di
atas, tujuan yang di capai dalam penelitian ini adalah.
1.
Untuk mengetahui
apakah berat badan dapat mempengaruhi pada jumlah denyut nadi !
D.
MANFAAT
Makalah ini
mempunyai manfaat sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui
apakah jumlah denyut nadi yang di dapatkan sudah dalam batas normal
E.
HIPOTESIS
Hipotesis yang kita
kemukakan disini yaitu. Orang yang mempunyai berat badan besar ( berbadan gemuk
) akan mempunyai jumlah denyut nadi yang besar karna orang yang mempunyai berat
badan ( berbadan gemuk ) akan mudah lelah
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
NADI
Denyut jantung
adalah jumlah denyutan jantung per satuan waktu, biasanya per menit. Denyut
jantung didasarkan pada jumlah kontraksi ventrikel
(bilik bawah jantung). Denyut jantung mungkin terlalu cepat (takikardia)
atau terlalu lambat (bradikardia). Denyut nadi adalah denyutan arteri
dari gelombang darah yang mengalir melalui pembuluh darah sebagai akibat dari
denyutan jantung. Denyut nadi sering diambil di pergelangan tangan untuk
memperkirakan denyut jantung. (
Meraba nadi (pulse
pressure) termasuk salah satu pemeriksaan medis paling tua. Penyembuh dari
Mesir Kuno 3000 SM sudah mempercayai bahwa nadi yang teraba lemah menandakan
adanya suatu penyakit atau perburukan dari penyakit sebelumnya.
Tak hanya soal kecepatan, seorang ilmuwan bernama Galen (129-200) kemudian mengembangkan pemeriksaan itu dengan mengidentifikasi frekuensi, kekuatan, dan durasi dari pembuluh nadi. Namun, manfaatnya bagi praktik kedokteran masih belum jelas.
Metode tersebut baru sempurna setelah John Foyer (1649-1734) mempublikasikan hasil observasinya terhadap 1.707 karakteristik nadi manusia. Tulisan “Pulse-watch” karya Foyer mulai mengungkap hubungan antara nadi dan penyakit jantung.
3
Tak hanya soal kecepatan, seorang ilmuwan bernama Galen (129-200) kemudian mengembangkan pemeriksaan itu dengan mengidentifikasi frekuensi, kekuatan, dan durasi dari pembuluh nadi. Namun, manfaatnya bagi praktik kedokteran masih belum jelas.
Metode tersebut baru sempurna setelah John Foyer (1649-1734) mempublikasikan hasil observasinya terhadap 1.707 karakteristik nadi manusia. Tulisan “Pulse-watch” karya Foyer mulai mengungkap hubungan antara nadi dan penyakit jantung.
3
Di era selanjutnya, Adam dan
Stokes mengembangkan temuan tersebut pada kasus bradikardia (frekuensi nadi
yang lambat, kurang dari 60 kali/menit). Penelitian mereka menyimpulkan, tidak
semua kasus kejang atau pingsan mendadak (fainted) disebabkan oleh
gangguan di otak, melainkan akibat lambatnya frekuensi nadi yang menandakan
blokade irama jantung (heart block). Kini, heart block tercatat sebagai
salah satu penyebab nadi lambat yang paling sering, dan pada stadium lanjut,
membutuhkan alat pacu jantung.
Frekuensi nadi (yang diukur dengan perabaan) kini termasuk salah satu dari 5 tanda vital manusia; di samping kesadaran, frekuensi napas, tekanan darah, dan suhu. Nadi akan selalu diraba oleh dokter maupun perawat sebagai pemeriksaan dasar.
Kecepatan nadi lebih dari 100 kali per menit telah terbukti sebagai prediktor buruk pada sejumlah kasus rawat inap di RS. Bahkan, seorang yang sehat tapi memiliki frekuensi nadi lebih dari 100 kali/ per menit juga memiliki risiko untuk mengalami serangan jantung di kemudian hari. Tentunya, nadi diukur dalam kondisi tenang dan istirahat. Juga dalam suasana emosi stabil.
Cara mengukur nadi yang tepat
Pembuluh nadi atau arteri (pembawa darah bersih) memiliki ciri berdenyut. Apabila Anda melihat pembuluh berwarna biru di permukaan kulit, itu bukan arteri tetapi pembuluh vena. Arteri terletak lebih di dalam, namun dinding dan tekanannya lebih kuat sehingga teraba denyutnya. Sebaliknya,
Frekuensi nadi (yang diukur dengan perabaan) kini termasuk salah satu dari 5 tanda vital manusia; di samping kesadaran, frekuensi napas, tekanan darah, dan suhu. Nadi akan selalu diraba oleh dokter maupun perawat sebagai pemeriksaan dasar.
Kecepatan nadi lebih dari 100 kali per menit telah terbukti sebagai prediktor buruk pada sejumlah kasus rawat inap di RS. Bahkan, seorang yang sehat tapi memiliki frekuensi nadi lebih dari 100 kali/ per menit juga memiliki risiko untuk mengalami serangan jantung di kemudian hari. Tentunya, nadi diukur dalam kondisi tenang dan istirahat. Juga dalam suasana emosi stabil.
Cara mengukur nadi yang tepat
Pembuluh nadi atau arteri (pembawa darah bersih) memiliki ciri berdenyut. Apabila Anda melihat pembuluh berwarna biru di permukaan kulit, itu bukan arteri tetapi pembuluh vena. Arteri terletak lebih di dalam, namun dinding dan tekanannya lebih kuat sehingga teraba denyutnya. Sebaliknya,
4
pembuluh vena itu lebih
tipis, lebih ke permukaan, dan tidak berdenyut. Tapi untungnya, letak kedua
pembuluh darah ini berdekatan.
Umumnya nadi diraba pada pergelangan tangan. Tetapi pada korban yang pingsan, nadi utama yang diraba adalah pada leher. Beberapa pembuluh nadi lain yang dapat diraba manual, antara lain:
1. Pergelangan tangan di sebelah sisi yang berdekatan dengan jempol (a. radialis),
2. Lipat siku pada sisi berlawan dari a. radialis (a. brakialis),
3. Sisi samping leher (a. karotis interna),
4. Pangkal paha (a. femoralis),
5. Lipat siku (a. poplitea),
6. Sedikit di atas tumit kaki (a. tibialis posterior),
7. Permukaan punggung kaki (a. dorsalis pedis).
Raba pergelangan tangan dengan ujung jari tangan sebelah. Meraba nadi kiri atau kanan sama saja, namun, lebih baik jika mengukur kedua sisi. Lokasi tepatnya berada sesisi dengan jempol. Jangan terlalu kuat atau terlalu lemah dalam menekan nadi. Setelah merasakan denyut nadi, mantapkan perabaan dan mulailah menghitung.
Frekuensi nadi idealnya dihitung dalam 60 detik. Dapat pula diukur dalam 30 detik lalu hasilnya dikali 2. Pengukuran 15 detik yang hasilnya dikali 4 tidak direkomendasikan.
Umumnya nadi diraba pada pergelangan tangan. Tetapi pada korban yang pingsan, nadi utama yang diraba adalah pada leher. Beberapa pembuluh nadi lain yang dapat diraba manual, antara lain:
1. Pergelangan tangan di sebelah sisi yang berdekatan dengan jempol (a. radialis),
2. Lipat siku pada sisi berlawan dari a. radialis (a. brakialis),
3. Sisi samping leher (a. karotis interna),
4. Pangkal paha (a. femoralis),
5. Lipat siku (a. poplitea),
6. Sedikit di atas tumit kaki (a. tibialis posterior),
7. Permukaan punggung kaki (a. dorsalis pedis).
Raba pergelangan tangan dengan ujung jari tangan sebelah. Meraba nadi kiri atau kanan sama saja, namun, lebih baik jika mengukur kedua sisi. Lokasi tepatnya berada sesisi dengan jempol. Jangan terlalu kuat atau terlalu lemah dalam menekan nadi. Setelah merasakan denyut nadi, mantapkan perabaan dan mulailah menghitung.
Frekuensi nadi idealnya dihitung dalam 60 detik. Dapat pula diukur dalam 30 detik lalu hasilnya dikali 2. Pengukuran 15 detik yang hasilnya dikali 4 tidak direkomendasikan.
5
Bukan hanya frekuensi, Anda
juga dapat merasakan kualitas dari nadi: kekuatannya, irama teratur atau tidak,
serta ekual/tidaknya dengan nadi sisi sebelahnya. Perbandingan sisi kiri dan
kanan hanya boleh dilakukan pada nadi yang sama. Jangan membandingkan nadi di
pergelangan tangan dengan yang di lipat siku. Tentu berbeda hasilnya!
Bagi kaum medis sendiri, teknik meraba nadi ini adalah suatu skill yang tidak mudah dan harus terus dilatih. Anda pun dapat berlatih dengan semakin sering meraba nadi.
Frekuensi nadi normal ialah 60-100 kali/menit dengan irama reguler. Kurang dari 60 kali/menit disebut bradikardia. Lebih dari 100 kali/menit disebut takikardia.
Kecepatan nadi (umumnya takikardia) ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal: stres, emosi, aktivitas fisik barusan, maupun obat-obatan. Pesannya ialah hati-hati dalam menginterpretasikan hasil frekuensi nadi ini.
Namun bila menemukan irama yang direguler, denyut yang berbeda-beda, sudah dipastikan itu adalah kondisi tidak normal. Segera hubungi dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Adanya bradikardia (setelah diperiksa berkali-kali dalam kurun waktu yang berbeda) perlu pemeriksaan lebih lanjut. Namun, bradikardia umumnya ditemukan normal pada atlet. Bradikardia yang harus diwaspadai ialah bila disertai keluhan lemas, cepat lelah, atau pingsan!
6
Beberapa penyakit yang dapat dideteksi dari perabaan nadi:
1. Nadi radialis lemah atau tidak teraba — syok, kekurangan cairan, kontraksi jantung lemah
2. Nadi radialis iregular — gangguan irama jantung
3. Nadi karotis tidak teraba (10 detik) — henti jantung
4. Nadi pada kaki lemah atau tidak teraba — sumbatan pembuluh darah kaki. Sering disertai gejala cepat lelah dan nyeri berjalan. (http://manfaat-rumputlaut.blogspot.com/2013/08/mendeteksi-penyakit-dengan-meraba.html )
Bagi kaum medis sendiri, teknik meraba nadi ini adalah suatu skill yang tidak mudah dan harus terus dilatih. Anda pun dapat berlatih dengan semakin sering meraba nadi.
Frekuensi nadi normal ialah 60-100 kali/menit dengan irama reguler. Kurang dari 60 kali/menit disebut bradikardia. Lebih dari 100 kali/menit disebut takikardia.
Kecepatan nadi (umumnya takikardia) ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal: stres, emosi, aktivitas fisik barusan, maupun obat-obatan. Pesannya ialah hati-hati dalam menginterpretasikan hasil frekuensi nadi ini.
Namun bila menemukan irama yang direguler, denyut yang berbeda-beda, sudah dipastikan itu adalah kondisi tidak normal. Segera hubungi dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Adanya bradikardia (setelah diperiksa berkali-kali dalam kurun waktu yang berbeda) perlu pemeriksaan lebih lanjut. Namun, bradikardia umumnya ditemukan normal pada atlet. Bradikardia yang harus diwaspadai ialah bila disertai keluhan lemas, cepat lelah, atau pingsan!
6
Beberapa penyakit yang dapat dideteksi dari perabaan nadi:
1. Nadi radialis lemah atau tidak teraba — syok, kekurangan cairan, kontraksi jantung lemah
2. Nadi radialis iregular — gangguan irama jantung
3. Nadi karotis tidak teraba (10 detik) — henti jantung
4. Nadi pada kaki lemah atau tidak teraba — sumbatan pembuluh darah kaki. Sering disertai gejala cepat lelah dan nyeri berjalan. (http://manfaat-rumputlaut.blogspot.com/2013/08/mendeteksi-penyakit-dengan-meraba.html )
B.
Berat badan
Kegemukan atau obesitas adalah
suatu kondisi medis berupa
kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi
sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang
kemudian menurunkan harapan hidup dan/atau meningkatkan masalah
kesehatan.[1][2]
Seseorang dianggap menderita kegemukan (obese) bila indeks massa tubuh (IMT), yaitu ukuran yang
diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan
kuadrat tinggi badan dalam meter, lebih dari 30 kg/m2.[3]
Kegemukan meningkatkan peluang terjadinya berbagai macam
penyakit, khususnya penyakit jantung, diabetes tipe 2, apnea tidur obstruktif,
kanker tertentu,
osteoartritis[2]
dan asma[4][2][5].
Kegemukan sangat sering disebabkan oleh kombinasi antara asupan energi makanan yang
berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, dan kerentanan genetik,
meskipun sebagian kecil kasus terutama disebabkan oleh gen, gangguan endokrin, obat-obatan
atau penyakit psikiatri.
Hanya sedikit bukti yang mendukung pandangan bahwa orang yang gemuk makan
sedikit namun berat badannya bertambah karena metabolisme tubuh yang lambat;
rata-rata orang
7
gemuk mengeluarkan energi yang lebih besar
dibandingkan orang yang kurus
Pengaturan diet dan aktivitas fisik masih
menjadi tata laksana utama kegemukan. Kualitas asupan dapat diperbaiki dengan
mengurangi konsumsi makanan padat energi contohnya makanan yang tinggi lemak
dan gula, serta dengan meningkatkan asupan serat. Obat-obatan
anti-kegemukan dapat dikonsumsi untuk mengurangi selera makan atau
menghambat penyerapan lemak, disertai dengan asupan diet yang tepat. Apabila
diet, olahraga, dan obat-obatan belum efektif, maka balon lambung dapat membantu
mengurangi berat badan, atau operasi dapat dilakukan
untuk mengurangi volume lambung dan/atau panjang usus sehingga dapat memberikan
rasa kenyang yang lebih dini
dan menurunkan kemampuan penyerapan nutrisi dari makanan.[8][9]
Kegemukan adalah penyebab
kematian yang dapat dicegah paling utama di dunia, dengan prevalensi pada orang dewasa
dan anak yang semakin
meningkat, sehingga pihak berwenang menganggap kegemukan sebagai salah satu
masalah kesehatan masyarakat paling serius pada abad
21.[10]
Kegemukan umumnya merupakan stigma di dunia modern
(khususnya di Dunia barat), meskipun pada suatu waktu dalam sejarah,
kegemukan secara luas dianggap sebagai simbol kekayaan dan kesuburan, dan masih
dianggap demikian di beberapa bagian di dunia hingga sekarang
Klasifikasi
Kegemukan adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa hingga menyebabkan dampak merugikan bagi
kesehatan.[1] Kegemukan dinilai berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), dan selanjutnya berdasarkan distribusi lemak melalui rasio pinggang-panggul dan total faktor risiko
kardiovaskular.[12][13] IMT sangat erat hubungannya dengan persentase lemak tubuh dan total lemak tubuh.[14]
Pada anak, berat badan yang sehat bervariasi berdasarkan usia dan jenis
kelamin. Kegemukan pada anak dan remaja tidak didefinisikan dengan suatu angka
mutlak, namun berhubungan dengan riwayat kelompok dengan berat badan yang
normal, kegemukan didefinisikan apabila IMT lebih besar dari persentil ke-95.[15]
Data rujukan yang menjadi dasar penentuan persentil ini berasal dari tahun 1963
hingga 1994, dan oleh karena itu belum dipengaruhi oleh peningkatan berat badan
yang terjadi akhir-akhir ini.[16]
8
IMT
|
Klasifikasi
|
< 18.5
|
berat badan kurang
|
18.5–24.9
|
Normal
|
25.0–29.9
|
berat badan lebih
|
30.0–34.9
|
kegemukan kelas I
|
35.0-39.9
|
kegemukan kelas II
|
≥ 40.0
|
kegemukan kelas III
|
IMT dihitung dengan cara membagi berat badan subjek dengan kuadrat tinggi
badannya, yang biasanya ditulis baik dalam satuan metrik maupun dalam sistem Amerika :
Metrik:
Definisi yang paling sering dipakai adalah yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 1997 dan dipublikasikan pada 2000, seperti yang tertera pada
tabel di sebelah kanan.[3]
Beberapa lembaga membuat modifikasi dari definisi WHO tersebut. Literatur
Bedah membagi kegemukan "kelas III" menjadi beberapa kategori, yang
angkanya masih menjadi perdebatan.[17]
- IMT ≥ 35 atau
40 disebut kegemukan berat
- IMT ≥ 35 atau
40–44.9 atau 49.9 disebut kegemukan morbid
- IMT ≥ 45 atau
50 disebut kegemukan super/super obese
Karena populasi Asia memperlihatkan dampak negatif kegemukan terhadap
kesehatan pada nilai IMT yang lebih rendah dibandingkan populasi Kaukasia, beberapa
negara membuat definisi ulang kegemukan; seperti di Jepang yang mendefinisikan
kegemukan sebagai nilai IMT lebih dari 25 [18] sedangkan China menggunakan nilai IMT lebih dari 28.[19]
Dampak terhadap kesehatan
9
penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus tipe 2, apnea tidur obstruktif, kanker tertentu, osteoartritis[2] dan asma[20][2][5]. Oleh karena itu, kegemukan terbukti
menurunkan harapan hidup.[2]
Mortalitas
Risiko kematian relatif selama lebih dari 10 tahun
pada pria (kiri) dan wanita (kanan) kulit putih yang belum pernah merokok di
Amerika Serikat berdasarkan IMT.[21]
|
Kegemukan adalah salah satu dari penyebab kematian yang dapat dicegah utama di dunia.[10][22][23] Studi berskala luas di Amerika dan
Eropa menunjukkan bahwa risiko mortalitas paling rendah terjadi pada IMT
20–25 kg/m2[21][24] pada kelompok non-perokok dan
24–27 kg/m2 pada kelompok perokok, dengan risiko yang kian
meningkat seiring perubahan angka IMT ke kedua arah.[25][26] IMT lebih dari 32 berhubungan dengan angka kematian dua kali lipat lebih tinggi pada
wanita setelah 16 tahun kemudian.[27] Di Amerika Serikat, kegemukan
diperkirakan menambah jumlah kematian sebanyak 111,909 hingga 365,000 per
tahun,[2][23] sementara 1 juta kematian (7.7%) di
Eropa berhubungan dengan berat badan berlebihan.[28][29] Kegemukan rata-rata akan mengurangi
harapan hidup hingga enam hingga tujuh tahun:[2][30] IMT 30–35 mengurangi harapan hidup
dua hingga empat tahun,[24] sementara kegemukan berat
(IMT > 40) mengurangi harapan hidup hingga 10 tahun.[24]
Morbiditas
Kegemukan meningkatkan berbagai risiko gangguan fisik dan mental.
Komorbiditas ini paling sering terlihat pada sindrom metabolik,[2]
9
yang merupakan kombinasi gangguan
medis berupa: diabetes melitus tipe 2, tekanan darah tinggi, kolesterol darah tinggi, dan kadar trigliserida tinggi.[31]
Komplikasi dapat secara langsung disebabkan oleh kegemukan, atau secara
tidak langsung berhubungan dengan mekanisme yang juga menyebabkan kegemukan,
seperti asupan diet yang tidak sehat atau akibat gaya hidup kurang bergerak. Terdapat variasi kekuatan hubungan
antara kegemukan dengan penyakit tertentu. Salah satu hubungan yang paling kuat
adalah dengan diabetes tipe 2. Kelebihan lemak tubuh merupakan
penyebab 64% kasus diabetes pada pria dan 77% pada wanita.[32]
Konsekuensi kesehatan yang terjadi dibagi menjadi dua kategori utama,
yaitu: konsekuensi akibat meningkatnya massa lemak (misalnya osteoartritis, apnea tidur obstruktif, stigma sosial) dan konsekuensi yang
akibat meningkatnya jumlah sel lemak (diabetes, kanker, penyakit kardiovaskular, penyakit perlemakan hati non-alkoholik).[2][33] Peningkatan lemak tubuh mengubah
respon tubuh terhadap insulin sehingga berpotensi menyebabkan resistensi insulin. Peningkatan lemak juga mengakibatkan
kondisi proinflamasi,[34][35] dan kondisi protrombosis.[33][36]
Bidang Medis
|
Kondisi
|
Bidang Medis
|
Kondisi
|
|
|||
|
Paradoks Kesintasan
Meskipun dampak negatif kegemukan terhadap kesehatan pada populasi umum
ditunjang oleh bukti yang kuat, namun kesehatan subgrup tertentu tampaknya
lebih baik bila angka IMT-nya lebih besar. Fenomena ini dikenal sebagai
paradoks kesintasan kegemukan.[58]
Paradoks tersebut pertama kali dikemukakan tahun 1999 pada kelompok pasien gizi
lebih dan kegemukan yang menjalani hemodialisis,[58]
10
yang kemudian ditemukan juga pada pasien dengan gagal jantung dan penyakit arteri perifer (PAT).[59]
Pasien gagal jantung dengan IMT antara 30,0 dan 34,9 menunjukkan angka
kematian yang lebih rendah dibandingkan pasien dengan berat badan normal. Hal
ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa berat badan seseorang akan semakin turun
seiring dengan bertambah beratnya penyakit.[60] Hal serupa juga telah ditemukan pada
jenis penyakit jantung yang lain. Pasien dengan kegemukan kelas I yang
mempunyai penyakit jantung tidak lebih cepat berkembang menjadi gangguan
jantung lanjut dibandingkan pasien dengan berat badan normal yang mempunyai
penyakit jantung. Meskipun demikian, pada pasien dengan tingkat kegemukan yang
lebih berat, risiko gangguan jantung lanjut akan meningkat.[61][62] Meskipun telah dilakukan operasi jantung bypass, peningkatan angka kematian pada
kelompok dengan berat badan lebih dan kegemukan tetap tidak ditemukan .[63] Sebuah studi menunjukkan bahwa
kesintasan yang lebih baik tersebut mungkin disebabkan oleh pengobatan pasien
kegemukan yang lebih agresif setelah terjadinya serangan jantung.[64] Studi lain menunjukkan bahwa bila penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga ditemukan pada pasien dengan penyakit arteri perifer maka
kegemukan tidak lagi menjadi kondisi yang menguntungkan.[59]
Penyebab
Pada individu per individu, kombinasi antara kelebihan asupan energi makanan dan kurangnya aktivitas fisik dapat menjelaskan sebagian besar
kasus kegemukan.[65] Sejumlah kecil kasus umumnya
disebabkan oleh faktor genetik, alasan medis, atau penyakit kejiwaan.[66] Sebaliknya pada masyarakat, laju
kegemukan yang meningkat mungkin disebabkan karena mudahnya mendapatkan makanan
dan banyaknya makanan yang enak,[67]meningkatnya
ketergantungan pada mobil, dan meningkatnya penggunaan mesin untuk proses
produksi.[68][69]
Suatu tinjauan pada 2006 mengidentifikasi sepuluh kemungkinan lain penyebab
meningkatnya kegemukan akhir-akhir ini: (1) kurang tidur, (2) berbagai pengganggu endokrin (polutan lingkungan yang memengaruhi metabolisme lipid), (3)
menurunnya variabilitas suhu lingkungan, (4) menurunnya jumlah perokok, karena merokok menekan nafsu makan, (5) meningkatnya
penggunaan obat-obatan yang menyebabkan kenaikan berat badan (misalnya, antipsikotik atipikal), (6) meningkatnya etnik dan kelompok
umur yang secara proporsional cenderung lebih berat, (7) kehamilan pada usia
lebih tua (yang dapat menyebabkan kerentanan anak mengalami kegemukan), (8) epigenetik faktor risiko yang diturunkan antar
generasi, (9) seleksi alam untuk BMI yang lebih tinggi, dan
11
(hal ini akan meningkatkan jumlah orang yang gemuk dengan meningkatnya
varians berat badan populasi).[70] Meskipun terdapat cukup bukti yang
mendukung pengaruh mekanisme ini terhadap meningkatnya prevalensi kegemukan,
bukti yang ada masih belum konklusif, dan penulis menyatakan bahwa mekanisme
ini mungkin tidak terlalu besar perannya dibandingkan mekanisme yang
didiskusikan pada paragraf sebelum ini.
Pola makan
Peta ketersediaan energi bahan makanan per orang per
hari pada 1961 (kiri) dan 2001–2003 (kanan) dalam satuan kkal/orang/hari.[71]
|
Persediaan energi makanan per kapita sangat bervariasi antara
wilayah dan negara yang berbeda. Hal ini pun berubah secara signifikan sejalan
dengan waktu.[71]
Dari awal 1970an sampai akhir 1990an rerata kalori yang tersedia per orang per
hari (jumlah makanan yang dibeli) mengalami kenaikan di berbagai tempat di
dunia kecuali di Eropa Timur. Amerika Serikat mencapai ketersediaan tertinggi
yaitu 3,654 kalori per orang pada 1996.[71]
Hal ini terus bertambah pada 2003 menjadi 3,754.[71]
12
Pada akhir 1990an Eropa mencapai 3,394 kalori per orang, di wilayah
berkembang di Asia mencapai 2,648 kalori per orang, dan di Afrika
sub-Sahara, penduduk mendapat 2,176 kalori per orang.[71][72] Total konsumsi kalori telah terbukti
berhubungan dengan kegemukan.[73]
Ketersediaan pedoman nutrisi[74]secara luas tidak terlalu berperan
dalam mengatasi masalah makan berlebih dan pilihan makanan yang buruk.[75] Sejak 1971 hingga 2000, laju
kegemukan di Amerika Serikat meningkat dari 14.5% ke 30.9%.[76] Dalam kurun waktu yang sama,
peningkatan juga terjadi pada rerata jumlah energi makanan yang dikonsumsi.
Untuk wanita, rerata kenaikan adalah sebesar 335 kalori per hari
(1,542 kalori pada 1971 dan 1,877 kalori pada 2004), sementara untuk
laki-laki rerata kenaikan adalah 168 kalori per hari (2,450 kalori pada
1971 dan 2,618 kalori pada 2004). Sebagian besar kelebihan energi makanan
ini berasal dari meningkatnya konsumsi karbohidrat dan bukan dari konsumsi
lemak.[77]
Sumber utama karbohidrat berlebih ini berasal dari minuman manis, yang saat ini
mencapai hampir 25 persen energi makanan harian dewasa muda di Amerika,[78]dan
keripik kentang.[79] Konsumsi minuman manis dipercaya
sebagai penyumbang naiknya angka kegemukan.[80][81]
Seiring dengan meningkatnya ketergantungan masyarakat pada makanan yang padat -energi, berporsi besar, dan cepat saji,
hubungan antara konsumsi makanan cepat saji dan kegemukan menjadi semakin
mendapatkan perhatian.[82] Di
Amerika Serikat konsumsi makanan cepat saji naik tiga kali lipat dan asupan
energi makanan dari makanan ini meningkat empat kali lipat antara 1977 dan
1995.[83]
Kebijakan pertanian dan teknik di Amerika Serikat dan Eropa telah menyebabkan turunnya
harga makanan. Di Amerika Serikat, subsidi untuk jagung, kedelai, gandum, dan
beras melalui Undang-undang pertanian AS telah membuat sumber utama makanan
yang telah diproses menjadi murah dibandingkan dengan buah dan sayuran.[84]
Orang yang mengalami kegemukan secara konsisten kurang melaporkan makanan
yang dikonsumsinya dibandingkan orang dengan berat badan normal.[85] Hal
ini didukung baik oleh uji yang dilakukan di ruang kalorimeter [86] maupun melalui pengamatan langsung.
Gaya hidup kurang bergerak
Gaya hidup kurang bergerak mempunyai peran yang penting dalam
terjadinya kegemukan. [87] Di seluruh dunia terjadi
kecenderungan pergeseran pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik yang lebih
sedikit,[88][89][90] dan
13
saat ini setidaknya 60% populasi
dunia tidak melakukan olahraga yang cukup.[89] Hal ini terutama disebabkan oleh
bertambahnya penggunaan transportasi mekanik dan bertambahnya teknologi hemat
tenaga fisik yang ada di rumah.[88][89][90] Pada anak-anak, penurunan aktivitas
fisik tampaknya terjadi karena kurang berjalan kaki dan kurangnya pelajaran
olah raga.[91] Kecenderungan dunia dalam mengisi
waktu luang secara aktif aktivitas fisik tampak kurang nyata. Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa orang di seluruh dunia kurang mencari kegiatan rekreasi
yang melibatkan aktivitas fisik, sementara studi di Finlandia[92]
memperlihatkan adanya peningkatan dan studi di Amerika Serikat menunjukkan
tidak adanya perubahan signifikan dari kegiatan rekreasi yang melibatkan
aktivitas fisik.[93]
Baik pada anak maupun dewasa, terdapat hubungan antara lamanya waktu
menonton televisi dengan risiko kegemukan.[94][95][96] Suatu kajian menemukan bahwa 63 dari
73 penelitian (86%) menunjukkan adanya peningkatan angka kegemukan anak seiring
dengan meningkatnya paparan media, dengan angka yang meningkat secara
proporsional terhadap waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi.[97]
Genetika
Sebuah lukisan pada 1680 karya Juan Carreno de Miranda terhadap seorang gadis yang
diperkirakan menderita Sindrom Prader-Willi[98]
14
Seperti sejumlah kondisi medis lainnya, kegemukan merupakan hasil perpaduan
antara faktor genetik dan faktor lingkungan.Polimorfisme pada berbagai gen yang mengontrol nafsu makan dan metabolisme merupakan predisposisi terjadinya
kegemukan apabila terdapat energi makanan yang cukup. Pada 2006 lebih dari 41
situs ini telah ditautkan dengan terjadinya kegemukan apabila terdapat
lingkungan yang sesuai.[99]
Seseorang yang memiliki dua rangkap gen FTO (gen yang berhubungan dengan massa lemak dan kegemukan) telah ditemukan
rata-rata mempunyai berat lebih banyak 3–4 kg dan berisiko mengalami
kegemukan 1,67- kali lebih besar dibandingkan seseorang yang tanpa risiko alel.[100] Persentasi populasi kegemukan yang
disebabkan oleh faktor genetik cukup bervariasi, bergantung pada populasi yang
diperiksa, dan berkisar antara 6% hingga 85%.[101]
Kegemukan merupakan gambaran utama pada beberapa sindrom, misalnya Sindrom Prader-Willi, Sindrom Bardet-Biedl, Sindrom Cohen, dan Sindrom MOMO. (Istilah "kegemukan tanpa
sindrom" kadang-kadang dipakai sebagai pengecualian terhadap kondisi
tersebut.)[102]
Pada orang dengan kegemukan berat dini (didefinisikan dengan onset sebelum usia
10 tahun dan indeks masa tubuh lebih dari tiga standar deviasi di atas normal), sejumlah 7%
mempunyai mutasi DNA satu titik.[103]
Studi yang berfokus pada pola keturunan dibandingkan gen spesifik telah
menemukan bahwa 80% keturunan dari dua orang tua yang kegemukan juga mengalami
kegemukan orang tua yang kegemukan, sangat kontras dengan hanya kurang
dari 10% keturunan dari dua orang tua dengan berat badan normal.[104]
Hipotesis gen thrifty mengemukakan dalil bahwa karena
kelangkaan bahan makanan selama masa evolusi manusia, orang menjadi rentan
terhadap kegemukan. Kemampuan mereka untuk mengambil kesempatan pada masa
kelimpahan yang yang jarang terjadi, dengan menyimpan energi berupa lemak akan
menjadi keuntungan selama masa ketersediaan makanan yang tidak menentu, dan
individu dengan timbunan lemak lebih banyak akan lebih mampu bertahan hidupkelaparan. Kecenderungan untuk menyimpan lemak,
bagaimanapun, akan menjadi suatu penyesuaian yang salah pada masyarakat dengan
pasokan makanan yang stabil.[105] Teori ini telah mendapat berbagai
kritik dan teori berbasis evolusi lainnya seperti hipotesis gen drifty dan teori hipotesis fenotip thrifty juga telah diajukan.[106][107]
15
Penyakit lain
Penyakit fisik dan mental tertentu dan obat-obatan yang digunakan untuk
menanganinya dapat meningkatkan risiko kegemukan. Penyakit medis yang dapat
meningkatkan risiko kegemukan mencakup beberapa sindrom genetik yang langka
(diuraikan di atas) dan juga beberapa kelainan atau kondisi bawaan: hipotiroidisme, Sindrom Cushing, defisiensi hormon pertumbuhan,[108] dan gangguan makan: gangguan makan berupa ngemil berlebihan dan sindrom makan malam hari.[2] Meskipun demikian, kegemukan tidak
dianggap sebagai kelainan psikiatri, sehingga tidak terdaftar dalam DSM-IVR sebagai penyakit psikiatri.[109] Risiko kelebihan berat badan dan
kegemukan lebih tinggi pada pasien dengan kelainan psikiatrik dibandingkan
dengan seseorang tanpa kelainan psikiatrik.[110]
Pengobatan tertentu dapat menyebabkan naiknya berat badan atau perubahan
pada komposisi tubuh; yang mencakup insulin, sulfonilurea, thiazolidinedione, antipsikotik atipikal, antidepresan,steroid, antikonvulsan tertentu, (fenitoin dan valproat), pizotifen, dan beberapa bentuk kontrasepsi hormonal.[2]
Determinan sosial
Walaupun pengaruh genetik penting untuk pemahaman tentang kegemukan, namun
tidak dapat menjelaskan mengapa terjadi lonjakan dramatis di negera-negara
tertentu maupun secara global.[111]
Meskipun dapat diterima bahwa konsumsi energi yang melebihi kebutuhan energi
menyebabkan terjadinya kegemukan pada tingkat individu, penyebab pergeseran
kedua faktor ini pada tingkat masyarakat masih diperdebatkan. Terdapat sejumlah
teori tentang penyebabnya tetapi sebagian besar percaya bahwa hal ini
disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor.
Korelasi antara kelas sosial dan BMI sangat bervariasi. Suatu
tinjauan pada 1989 menemukan bahwa di negara maju, perempuan dari kelas sosial
tinggi jarang menjadi gemuk. Tidak terlihat perbedaan yang bermakna pada
laki-laki dengan kelas sosial yang berbeda. Di negara berkembang, perempuan,
laki-laki, dan anak-anak dari kelas sosial tinggi mempunyai tingkat kegemukan
yang lebih besar.[112]
Tinjauan yang lebih baru dilakukan pada 2007 dan menemukan hubungan yang sama,
tetapi lebih lemah. Melemahnya hubungan korelasi ini mungkin disebabkan karena
efek globalisasi.[113]
Di negara maju, tingkat kegemukan pada orang dewasa, persentasi remaja yang
kelebihan berat badan, berkorelasi dengan ketidakseimbangan pendapatan. Hubungan yang serupa
16
terlihat di antara negara bagian di AS: lebih banyak orang dewasa, bahkan
dari kelas sosial tinggi, menderita kegemukan pada negara bagian yang tidak
seimbang.[114]
Banyak penjelasan yang dikemukakan tentang hubungan antara BMI dan kelas
sosial. Diperkirakan di negara maju, yang kaya lebih mampu untuk membeli
makanan bergizi, mereka berada di bawah tekanan sosial untuk tetap langsing,
dan mempunyai lebih banyak kesempatan dan juga harapan untuk kebugaran fisis. Di negara belum maju kemampuan untuk membeli makanan,
kebutuhan energi tinggi karena pekerjaan fisis, dan nilai budaya yang menyukai
badan berukuran besar, dipercaya memberikan kontribusi pada pola yang terlihat.[113]
Sikap seseorang terhadap massa tubuhnya juga memainkan peran yang penting dalam
terjadinya kegemukan. Suatu korelasi terhadap perubahan IMT sejalan dengan
waktu telah ditemukan di antara teman, saudara, dan pasangan.[115]
Stres dan pandangan tentang status sosial yang rendah juga meningkatkan risiko
kegemukan.[114][116][117]
Merokok memberikan efek nyata pada berat badan seseorang. Mereka yang
berhenti merokok mengalami kenaikan berat badan rata-rata 4,4 kilogram
(9,7 pon) untuk laki-laki dan 5,0 kilogram (11,0 pon) untuk
perempuan selama sepuluh tahun.[118] Meskipun demikian, perubahan tingkat
merokok hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadap angka kegemukan secara
keseluruhan.[119]
Di Amerika Serikat, jumlah anak yang dimiliki seseorang berkaitan dengan
risikonya mengalami kegemukan. Risiko seorang perempuan naik 7% per anak,
sedangkan risiko seorang laki-laki naik 4% per anak.[120] Hal
ini sebagian dapat diterangkan berdasarkan kenyataan bahwa mempunyai anak-anak
yang belum mandiri mengurangi aktivitas fisik para orang tua di Barat.[121]
Di negara berkembang, urbanisasi memegang peran dalam menaikkan angka
kegemukan. Di Cina angka kegemukan keseluruhan adalah
kurang dari 5%; namun, di beberapa kota besar angka kegemukan lebih besar dari
20%.[122]
Malnutrisi pada tahap awal kehidupan dipercaya
berperan dalam meningkatkan angka kegemukan di negara berkembang.[123]
Perubahan endokrin yang terjadi selama periode malnutrisi dapat merangsang
penyimpanan lemak pada saat energi makanan telah tersedia.[123]
Konsisten dengan data epidemiologis kognitif, sejumlah penelitian menegaskan bahwa
kegemukan berhubungan dengan defisit kognitif. [124] Apakah kegemukan menyebabkan defisit
kognitif atau sebaliknya, saat ini masih belum jelas.
17
Agen infeksi
Pengaruh agen infeksi terhadap metabolisme masih dalam penelitian tahap
awal. Flora usus telah terbukti berbeda pada manusia yang kurus dan gemuk. Terdapat
indikasi bahwa flora usus pada individu gemuk dan kurus mempengaruhi potensi
metaboliks. Perubahan potensi metabolik ini secara nyata dipercaya mengubah
kapasitas menjadi lebih besar untuk menghasilkan energi yang menyebabkan
kegemukan. Apakah perbedaan ini merupakan penyebab langsung atau sebagai akibat
dari kegemukan masih perlu diteliti lebih lanjut.[125]
Suatu hubungan antara virus dan kegemukan telah ditemukan pada manusia dan beberapa
spesies hewan. Hubungan ini dan pengaruhnya terhadap kenaikan angka kegemukan
masih perlu diteliti lebih lanjut.[126]
Patofisiologi
Suatu perbandingan tikus yang tak mampu memproduksi leptin sehingga mengakibatkan terjadinya kegemukan (kiri) dan
tikus yang normal (kanan)
Flier merangkum beberapa kemungkinan mekanisme patofisiologis yang terlibat dalam terjadinya dan
bertahannya kegemukan.[127]
Penelitian di bidang ini hampir tidak pernah dilakukan sampai ditemukannya leptin pada 1994. Sejak penemuan ini, banyak mekanisme
hormonal lain telah dijelaskan, yang berperan dalam regulasi nafsu makan serta asupan makanan, pola penyimpanan jaringan adiposa, dan terjadinya resistensi insulin. Sejak ditemukannya leptin, telah
dilakukan penelitian tentang grelin, insulin, oreksin, PYY 3-36, kolesistokinin,adiponektin, dan juga mediator lainmya. Adipokin adalah mediator yang dihasilkan oleh jaringan adiposa; diduga, mereka
terlibat dalam berbagai penyakit yang terkait dengan kegemukan.
17
Leptin dan grelin dianggap saling melengkapi dalam memengaruhi nafsu makan,
dengan grelin dihasilkan oleh lambung untuk mengontrol nafsu makan jangka
pendek (yaitu makan ketika lambung kosong dan berhenti ketika lambung penuh)
Leptin dihasilkan oleh jaringan adiposa untuk memberi sinyal penyimpanan lemak
dalam tubuh, dan menjadi perantara kontrol nafsu makan jangka panjang (yaitu,
makan lebih banyak ketika cadangan lemak sedikit dan makan lebih sedikit ketika
cadangan lemak banyak). Meskipun pemberian leptin mungkin efektif untuk
sebagian kecil orang gemuk yang kekurangan leptin, sebagian besar orang gemuk
dipikirkan resisten terhadap leptin dan bahkan terbukti mempunyai kadar leptin
yang tinggi.[128] Resistensi ini dapat sebagian
menjelaskan mengapa pemberian leptin tidak terbukti efektif dalam menekan nafsu
makan orang gemuk pada umumnya.[127]
Walaupun leptin dan grelin diproduksi di perifer, mereka mengendalikan
nafsu makan dengan bekerja pada sistem saraf pusat. Leptin dan grelin, beserta dengan hormon lain yang berhubungan dengan
nafsu makan khususnya bekerja di hipotalamus, daerah di otak yang merupakan pusat
pengaturan asupan makanan dan pengeluaran energi. Terdapat beberapa sirkuit di
dalam hipotalamus yang berperan dalam mengatur nafsu makan, jalur melanokortin merupakan yang paling dipahami. [127] Sirkuit ini dimulai dengan pada suatu
area di hipotalamus, nukleus arkuata, yang keluar di hipotalamus lateral (LH) dan hipotalamus ventromedial (VMH), yang masing-masing merupakan
pusat lapar dan pusat kenyang di otak.[129]
Nukleus arkuata mempunyai dua kelompok neuron yang berbeda.[127]
Kelompok pertama mengekspresikan neuropeptida Y (NPY) dan agouti-related peptide (AgRP) yang memberikan input
stimulasi ke LH dan input inhibisi ke VMH. Kelompok kedua
18
mengekspresikan pro-opiomelanokortin (POMC) dan cocaine- and amphetamine-regulated transcript (CART) dan memberikan input stimulasi ke VMH dan input inhibisi ke LH.
Akibatnya, neuron NPY/AgRP merangsang makan dan menghambat rasa kenyang,
sementara neuron POMC/CART menimbulkan rasa kenyang dan menghambat makan. Kedua
kelompok neuron nukleus arkuata ini sebagian diregulasi oleh leptin. Leptin
menghambat kelompok NPY/AgRP dan merangsang kelompok POMC/CART. Oleh karena
itu, apabila terdapat kekurangan sinyal leptin, baik karena kekurangan leptin
atau resistensi leptin, akan terjadi makan yang berlebihan, yang berkontribusi
atas beberapa bentuk kegemukan genetik dan didapat.[127]
Kesehatan masyarakat
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa kelebihan berat badan dan kegemukan dalam waktu dekat akan
menggantikan masalah kesehatan masyarakat seperti kekurangan gizi dan penyakit menular sebagai penyebab utama kesehatan yang
buruk.[130] Kegemukan menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan masalah kebijakan karena prevalensi, biaya, dan pengaruhnya
terhadap kesehatan.[131]
Kesehatan masyarakat berupaya memahami dan memperbaiki faktor lingkungan yang
berperan dalam meningkatkan prevalensi kegemukan di masyarakat. Upaya yang
dilakukan mencakup penyediaan makanan di sekolah yang dibiayai oleh pemerintah,
membatasi pemasaran junk food secara langsung kepada anak-anak,[132] dan
mengurangi akses untuk mendapatkan minuman manis di sekolah.[133] Untuk lingkungan perkotaan, berbagai
upaya telah dilakukan untuk meningkatkan akses ke taman-taman dan mengembangkan
jalur untuk pejalan kaki.[134]
Banyak negara dan kelompok telah memublikasikan laporan mengenai kegemukan.
Pada 1998 pemerintahan Federal AS memublikasikan panduan pertama berjudul
"Panduan Klinis mengenai Identifikasi, Evaluasi, dan Tata Laksana
Kelebihan Berat Badan dan Kegemukan pada Dewasa: Suatu Laporan Bukti".[135] Pada 2006 Jaringan Obesitas Kanada memublikasikan "Panduan Praktek
Klinis Kanada (CPG) dalam Tata Laksana dan Pencegahan Kegemukan pada Dewasa dan
Anak-Anak". Ini adalah panduan berbasis bukti yang komprehensif untuk tata
laksana dan pencegahan kelebihan berat badan dan kegemukan pada orang dewasa
dan anak-anak.[136]
Pada 2004, Royal College of Physicians, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Royal College of Paediatrics and Child Health di Inggris menerbitkan laporan "Masalah Penimbunan", yang menyoroti
meningkatnya masalah kegemukan di Inggris.[137]
19
Pada tahun yang sama, Dewan Rakyat Komite Pemilih Kesehatan menerbitkan "penyelidikan paling
komprehensif [...] yang pernah dilakukan" mengenai dampak kegemukan pada
kesehatan dan masyarakat di Inggris dan tata laksana yang mungkin untuk masalah
tersebut.[138] Pada 2006, National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) menerbitkan panduan mengenai diagnosis dan tata laksana, serta
implikasi kebijakan untuk organisasi non-kesehatan seperti dewan lokal.[139] Laporan yang dibuat oleh Sir Derek Wanless pada 2007 untuk King's Fund memperingatkan bahwa apabila tidak dilakukan tindakan lebih lanjut,
kegemukan mempunyai kemampuan untuk membuat Layanan Kesehatan Nasional mengalami masalah finansial.[140]
Pendekatan komprehensif telah dipikirkan untuk mengatasi meningkatnya angka
kegemukan. Aksi Kebijakan Kegemukan (OPA) telah membagi kerangka kerja menjadi
kebijakan 'hulu', kebijakan 'tengah', dan kebijakan 'hilir'. Kebijakan 'hulu'
menangani tren perubahan dalam masyarakat, kebijakan 'tengah' mencoba mengubah
perilaku individu untuk mencegah kegemukan, dan kebijakan 'hilir' mencoba untuk
menangani orang-orang yang sudah terkena.[141]
Tata Laksana
Orlistat (Xenical), obat yang paling umum digunakan untuk menangani kegemukan, dan sibutramin(Meridia), obat yang baru saja ditarik
karena mempunyai efek samping terhadap kardiovaskular
Tata laksana utama kegemukan terdiri dari diet dan latihan fisis.[65]
Program diet dapat menghasilkan penurunan berat badan dalam jangka pendek,[142] tetapi mempertahankan penurunan berat
badan ini seringkali merupakan hal yang sulit dan memerlukan latihan dan diet
makanan berenergi rendah sebagai bagian dari gaya hidup yang bersifat
20
permanen.[143][144] Keberhasilan untuk mempertahankan
penurunan berat badan jangka panjang dengan perubahan gaya hidup masih rendah,
yaitu berkisar antara 2–20%.[145] Diet dan perubahan gaya hidup efektif
dalam membatasi pertambahan berat bedan berlebih selama kehamilan dan memperbaiki luaran ibu dan anak.[146]
Salah satu obat, orlistat (Xenical), kini tersedia secara luas dan disetujui untuk penggunaan jangka
panjang. Namun, penurunan berat badan yang dicapai tidak terlalu banyak, dengan
rata-rata 2,9 kg (6,4 pon) dalam 1 hingga 4 tahun dan tidak
terdapat informasi mengenai pengaruh obat ini dalam menurunkan komplikasi
jangka panjang dari kegemukan.[147] Penggunaannya berhubungan dengan
tingginya efek samping gastrointestinal[147]
dan mungkin terdapat efek samping terhadap ginjal. [148] Tersedia pula dua obat lainnya. Lorcaserin (Belviq) menghasilkan rerata penurunan berat badan 3,1 kg (3% dari
massa tubuh) lebih besar dibandingkan plasebo dalam jangka waktu satu tahun.[149] Kombinasi antara pentermin dan topiramat (Qsymia) juga cukup efektif.[150]
Tata laksana kegemukan yang paling efektif adalah pembedahan bariatrik. Pembedahan untuk kegemukan berat
berhubungan dengan penurunan berat badan jangka panjang dan penurunan
mortalitas secara keseluruhan. Suatu penelitian menemukan penurunan berat badan
antara 14% sampai 25% (bergantung pada jenis prosedur yang dilakukan) dalam
10 tahun, dan penurunan 29% dalam penyebab mortalitas secara keseluruhan
jika dibandingkan dengan ukuran standar penurunan berat badan.[151] Meskipun demikian, karena tingginya
biaya dan risiko terjadinya komplikasi, para peneliti mencari tata laksana lain
yang juga efektif, namun bersifat kurang invasif.
Epidemiologi
|
21
Sebelum abad ke-20 , kegemukan jarang ditemui;[153] tetapi pada 1997 WHO secara resmi
menyatakan kegemukan sebagai epidemik global.[78] Hingga 2005, WHO memperkirakan
sedikitnya 400 juta orang dewasa (9,8%) mengalami kegemukan, dengan lebih
banyak wanita dibandingkan pria.[154] Angka kegemukan juga naik dengan
bertambahnya usia setidaknya hingga usia 50 sampai 60 tahun[155] dan
kegemukan berat di Amerika Serikat, Australia, dan Kanada meningkat lebih cepat
dibandingkan angka kegemukan secara keseluruhan.[17][156][157]
Dahulu, kegemukan dianggap sebagai masalah negara-negara berpenghasilan
tinggi, namun saat ini angka kegemukan meningkat di seluruh dunia dan
mempengaruhi baik dunia maju maupun dunia berkembang.[28]
Peningkatan ini dirasakan paling dramatis di daerah perkotaan.[154] Satu-satunya bagian dunia dimana
kegemukan jarang ditemukan adalah di Afrika sub-sahara.[2]
Sejarah
Etimologi
Obesitas berasal dari bahasa Latin, yang berarti "gemuk, gendut, atau montok." Ä’sus
adalah past participle dari edere (makan), dengan ob (berlebihan)
ditambahkan padanya.[158]
Kamus Oxford English mendokumentasikan penggunaannya
pertama kali pada 1611 oleh Randle Cotgrave.[159]
Tren Sejarah
22
Selama Abad Pertengahan dan jamanRenaissance kegemukan sering dipandang sebagai
simbol kemakmuran, dan cukup sering ditemukan di kalangan elite: Jendral Tuscan
Alessandro del Borro, julukan Charles Mellin, 1645[160]
Orang Yunani adalah yang pertama kali menyadari
bahwa kegemukan adalah gangguan medis.[153]
Hippocrates menulis bahwa "Kegemukan sendiri
bukanlah penyakit, tetapi pertanda dari penyakit yang lain".[2] Ahli bedah India Sushruta (Abad ke-6 sebelum Masehi) menghubungkan kegemukan dengan diabetes dan
penyakit jantung.[161] Dia menyarankan aktivitas fisik untuk
membantu menyembuhkan kegemukan dan efek-efek sampingnya.[161]Hampir
di sepanjang sejarah, manusia berjuang untuk menghadapi kelangkaan pangan.[162] Oleh karena itu, kegemukan dipandang
sebagai simbol kemakmuran dan kesejahteraan. Kegemukan biasa ditemukan di
kalangan pejabat tinggi di Eropa pada Abad Pertengahan dan jaman Renaissance[160] dan juga di peradaban Asia Timur
Kuno.[163]
Dengan munculnya revolusi industri disadari bahwa kekuatan militer dan
ekonomi bangsa-bangsa bergantung pada ukuran tubuh dan kekuatan serdadu dan
pekerjanya. [78] Peningkatan indeks massa tubuh dari
apa yang sekarang dianggap kekurangan berat badan
23
menjadi apa yang sekarang dianggap normal mempunyai peran penting dalam
perkembangan masyarakat industri.[78] Oleh karena itu, baik tinggi badan
maupun berat badan mengalami peningkatan di sepanjang abad ke-19 di dunia
maju. Selama abad ke-20, saat penduduk telah mencapai potensi genetik mereka
untuk tinggi badan, berat badan meningkat jauh lebih pesat dibandingkan tinggi
badan sehingga menyebabkan kegemukan.[78]
Pada 1950-an peningkatan kemakmuran di dunia maju menurunkan angka kematian
anak, tetapi dengan meningkatnya berat badan, penyakit jantung dan ginjal
menjadi lebih sering ditemukan.[78][164] Selama masa ini, perusahaan asuransi
menyadari adanya hubungan antara berat badan dan harapan hidup dan meningkatkan
premi bagi orang-orang yang mengalami kegemukan.[2]
Banyak budaya di sepanjang sejarah memandang kegemukan sebagai hasil dari
kelemahan karakter. Obesus atau karakter yang gemuk dalam komedi Yunani adalah seorang yang rakus dan menjadi
bahan olokan. Selama masa Kristen makanan dipandang sebagai pembawa dosa kemalasan dan nafsu.[11]
Dalam budaya Barat modern, kelebihan berat badan seringkali dianggap tidak
menarik, dan kegemukan biasanya dihubungkan dengan stereotip negatif.
Orang-orang dari berbagai usia bisa menghadapi stigma sosial, dan mungkin
dijadikan sasaran oleh para penggertak atau dikucilkan oleh teman-temannya.
Kegemukan sekali lagi menjadi alasan untuk diskriminasi.[165]
Persepsi umum di masyarakat Barat mengenai berat badan yang sehat berbeda
dengan persepsi berat badan yang dianggap ideal – dan keduanya sudah berubah
sejak awal abad ke-20. Berat badan yang dianggap ideal sudah menjadi lebih
rendah sejak tahun 1920-an. Hal ini diilustrasikan dengan fakta rerata tinggi
badan pemenang ratu kecantikan Miss America meningkat sebesar 2% dari 1922
hingga 1999, sementara rerata berat badan turun sebesar 12%.[166] Di lain pihak, pandangan orang
mengenai berat badan sehat telah berubah 180 derajat. Di Inggris berat badan
dimana orang menganggap diri mereka kelebihan berat badan jauh lebih tinggi
pada 2007 dibandingkan pada 1999.[167]
Perubahan ini diyakini karena peningkatan angka kegemukan yang menyebabkan
lemak tubuh ekstra bisa lebih diterima sebagai normal.[167]
Kegemukan masih dipandang sebagai simbol kemakmuran dan kesejahteraan di
berbagai daerah di Afrika. Hal ini telah menjadi biasa terutama sejak epidemik HIV mulai merebak.[2]
23
Masyarakat dan budaya
Dampak ekonomi
Selain mempunyai dampak terhadap kesehatan, kegemukan menimbulkan berbagai
masalah, termasuk kurangnya peluang dalam mendapatkan pekerjaan[169][170] dan peningkatan biaya usaha. Efek ini
dirasakan pada semua tingkat masyarakat mulai dari individu, hingga perusahaan,
dan pemerintah.
Pada 2005, biaya medis yang berhubungan dengan kegemukan di AS diperkirakan
mencapai 190,2 milyar dolar atau 20,6% dari keseluruhan biaya kesehatan,[171] [172][173] sementara biaya kegemukan di Kanada
diperkirakan 2 milyar dolar Kanada pada 1997 (2,4% dari keseluruhan biaya
kesehatan).[65] Biaya langsung tahunan total dari
kelebihan berat badan dan kegemukan di Australia pada 2005 adalah 21 milyar
dolar Australia. Penduduk Australia yang mengalami kelebihan berat badan dan
kegemukan juga menerima subsidi pemerintah sebesar 35,6 milyar dolar Australia.[174] Perkiraan biaya tahunan untuk
produk-produk diet adalah sebesar 40 milyar hingga 100 milyar dolar
di AS sendiri.[175]
Program-program pencegahan kegemukan sudah diadakan untuk menurunkan biaya
pengobatan penyakit yang terkait dengan kegemukan. Tetapi, semakin lama orang
hidup, semakin banyak biaya medis yang dikeluarkannya. Oleh karena itu, para
ahli riset menyimpulkan bahwa menurunkan kegemukan bisa meningkatkan kesehatan
masyarakat, namun tampaknya tidak akan menurunkan pengeluaran untuk kesehatan
secara keseluruhan.[176]
Kegemukan bisa menyebabkan stigma sosial dan kurangnya peluang dalam
memperoleh pekerjaan.[169]
Bila dibandingkan dengan rekan yang mempunyai berat badan normal, rata-rata
pekerja yang kegemukan memiliki angka tidak masuk kerja yang lebih tinggi dan
mengambil cuti yang lebih banyak karena ketidakmampuan kerja, sehingga
menaikkan biaya bagi orang yang mempekerjakan mereka dan menurunkan
produktivitas.[178] Suatu riset yang meneliti para
karyawan dari Universitas Duke menemukan bahwa orang dengan indeks massa tubuh
(IMT) lebih dari 40 mengajukan klaim dua kali lebih banyak kompensasi pekerja dibandingkan mereka yang IMT-nya
18,5–24,9. Mereka juga memiliki
24
hari tidak bekerja 12 kali lebih banyak. Cidera yang paling sering
ditemukan di kelompok ini adalah karena jatuh dan mengangkat beban, yang
mempengaruhi bagian tubuh bawah, pergelangan tangan atau tangan dan punggung.[179]
Dewan Asuransi Karyawan di negara bagian Alabama menyetujui rencana
kontroversial untuk mengenakan biaya sebesar 25 dolar per bulan kepada pekerja
yang kegemukan bila mereka tidak berusaha untuk menurunkan berat badan dan
meningkatkan kesehatan mereka. Peraturan ini mulai diterapkan pada Januari 2010
dan diberlakukan bagi mereka yang IMT-nya lebih dari 35 kg/m2
yang gagal meningkatkan kesehatan mereka setelah satu tahun.[180]
Beberapa riset menunjukkan bahwa orang yang kegemukan kurang berpeluang
untuk mendapatkan pekerjaan dan dipromosikan.[165]
Orang-orang yang kegemukan juga mendapatkan gaji yang lebih rendah dibandingkan
rekan mereka yang tidak gemuk untuk pekerjaan yang sama. Wanita yang kegemukan
rata-rata berpenghasilan 6% lebih sedikit dan pria yang kegemukan
berpenghasilan 3% lebih sedikit.[181]
Industri tertentu, seperti penerbangan, pelayanan kesehatan, dan industri
makanan, mempunyai masalah tersendiri. Dengan meningkatnya angka kegemukan,
penerbangan mengeluarkan biaya bahan bakar yang lebih tinggi dan keharusan
untuk memperlebar tempat duduk.[182]
Pada tahun 2000, berat badan ekstra dari para penumpang yang kegemukan membuat
penerbangan mengeluarkan biaya 275 juta dolar AS.[183]
Industri pelayanan kesehatan harus berinvestasi dalam fasilitas khusus untuk
pasien yang kegemukan berat, termasuk peralatan pengangkat khusus dan ambulans bariatriks.[184]
Biaya restoran ditingkatkan karena adanya tuntutan hukum yang menuduh mereka
sebagai penyebab kegemukan.[185]
Pada 2005, Kongres AS mendiskusikan undang-undang untuk mencegah tuntutan hukum
perdata terhadap industri makanan dalam kaitannya dengan kegemukan; namun gagal
untuk menjadi ketetapan hukum.[185]
Penerimaan ukuran tubuh
25
Tujuan utama dari gerakan penerimaan orang gemuk adalah untuk menurunkan
diskriminasi terhadap orang dengan kelebihan berat badan dan kegemukan.[186][187] Namun, beberapa pihak dalam gerakan
itu juga berusaha untuk menantang pendapat tentang adanya hubungan antara
kegemukan dan dampak negatif terhadap kesehatan.[188]
Sejumlah organisasi menyetujui penerimaan terhadap kegemukan. Mereka
semakin menonjol pada paruh kedua abad ke-20.[189] National Association to Advance Fat Acceptance (NAAFA) yang berbasis di AS dibentuk pada 1969 dan mendeskipsikan dirinya
sebagai organisasi hak sipil yang didedikasikan untuk mengakhiri diskriminasi
ukuran tubuh.[190] Namun, aktivisme kegemukan tetap
menjadi gerakan yang bersifat marginal. [191]
International Size Acceptance Association (ISAA) adalah suatu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang didirikan pada 1997. Orientasinya lebih global dan misinya
dideskripsikan sebagai mempromosikan penerimaan ukuran tubuh dan membantu
mengakhiri diskriminasi berat badan.[192]
Kelompok ini sering berdebat untuk mendapatkan pengakuan kegemukan sebagai
suatu cacat di bawah UU Orang Amerika yang Menyandang Cacat (ADA). Namun, sistem hukum Amerika telah memutuskan bahwa potensi biaya
kesehatan masyarakat akan tetap melebihi keuntungan yang akan diperoleh dengan
memperluas hukum anti-diskriminasi yang mencakup kegemukan.[188]
26
Kegemukan pada anak
Kisaran IMT sehat berbeda-beda bergantung pada usia dan jenis kelamin anak.
Kegemukan pada anak dan remaja didefinisikan sebagai IMT lebih dari persentil ke-95 .[15]
Data referensi yang menjadi dasar persentil ini adalah data dari 1963 hingga
1994, dan dengan demikian belum dipengaruhi oleh peningkatan angka kegemukan
akhir-akhir ini.[16] Kegemukan anak telah mencapai
proporsi epidemik dalam abad ke-21 , dengan peningkatan baik di dunia maju
maupun berkembang. Angka kegemukan di kalangan anak laki-laki Kanada telah naik
dari 11% pada tahun 1980-an menjadi lebih dari 30% pada tahun 1990-an,
sementara selama periode yang sama angka kegemukan di kalangan anak Brazil
meningkat dari 4 hingga 14%.[193]
Seperti halnya kegemukan pada dewasa, berbagai faktor ikut berperan dalam
meningkatkan angka kegemukan anak. Perubahan diet dan penurunan aktivitas fisik
diyakini sebagai dua faktor yang terpenting dalam menyebabkan peningkatan angka
kegemukan akhir-akhir ini.[194]
Karena kegemukan anak sering berlanjut hingga dewasa dan berhubungan dengan berbagai
penyakit kronik, anak yang kegemukan sering diperiksa untuk hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, dan perlemakan hati.[65] Tata laksana yang diterapkan pada
anak terutama adalah intervensi gaya hidup dan teknik perilaku, meskipun upaya
untuk meningkatkan aktivitas fisik pada anak-anak jarang berhasil.[195] Di Amerika Serikat, penggunaan
obat-obatan untuk kelompok umur ini tidak disetujui oleh FDA.[193] (http://id.wikipedia.org/wiki/Kegemukan)
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di lapangan futsal SMAN 1
Pandeglang, kel CIgadung Kec Karang Tanjung kab Pandeglang pada tanggal 29
Oktober 2013
B.
SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian adalah 2 orang yang berlari sejauh 100
meter
C.
PROSEDUR PENELITIAN
Prosedur penelitian menggunakan langkah-langkah berikut :
1.
Menentukan banyaknya sample yang akan
di teliti
2.
Menyiapkan lintasan yang akan di
jadikan lintasan lari
3.
Memulai sampel untuk berlari sejauh
100 meter
4.
Setelah berhenti hitung langsung
jumlah denyut nadi selama 1 menit
5.
Setelah 1 menit catat dalm kertas jumlah
denyut nadi yang berdenyut selama 1 menit
6.
Lakukan itu selama 4 kali
7.
Setelah hasilnya di dapat dan
jumlahkan
8.
Dan hitung rata-ratanya
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
HASIL DENYUT NADI
TABEL DAN GRAFIK HASIL PENGHITUNGAN DENYUT NADI
NO
|
BERAT BADAN
|
NAMA
|
HASIL PENELITIAN DENYUT NADI
|
RATA-RATA
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||||
1
|
56
|
M. FATHAN FAUZAN
|
50
|
49
|
48
|
55
|
55,5
|
2
|
96
|
ANTONI NUR RIZKI
|
80
|
75
|
79
|
84
|
79,9
|
29
B.
KETERANGAN
Dari
hasil di atas kita bisa melihat bahwa sampel yang mempunyai berat badan lebih
besar ( berbadan gemuk ) mempunyai jumlah denyut nadi yang lebih banyak dari
orang yang mempunyai berat badan yang kecil, jadi orang yang mempunyai berat
badan besar akan mudah lelah dan dari rasa lelah itu nadi akan berdenyut dengan
kencang
30
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan
permasalahan dan hasil penelitian di atas, dapat di simpilkan sebagai berikut
1.
Jadi berat badan sangat mempengaruhi dalam jumlah
denyut nadi karna berat badan sangat berpengaruh pada kekuatan fisik seseorang
2.
Dari hasil penelitian meunjukan bahwa pada 2 sampel
masih bisa di katakan jumlah denyut nadi yang normal
B.
SARAN
Saran yang diampaikan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1.
Sebaiknya kita terus menjaga kesehatan dan berat badan
dalam batas yang ideal karna bila kita mengalami kegemukan denyut nadi kita
akan semikin cepat berdenyut dan itu tidak baik untuk kesehatan
2.
Selalu berolahraga dan jangan banyak makan, makanan
berlemak karna itu bisa membuat kegemukan
31
DAFTAR PUSTAKA